Text
Peran Masyarakat Karawaitan Dalam Pengembangan Gender Wayang di Singaraja
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kesenian gendèr
wayang yang sudah mulai langka pada masyarakat di Singaraja, pulau Bali.
Kesenian tersebut hidup di tengah-tengah masyarakat yang secara khusus berada
pada lingkup masyarakat karawitan. Mereka sering terlibat dalam upacara
keagamaan maupun acara-acara budaya yang menampilkan berbagai kesenian di
dalamnya termasuk gendèr wayang.
Dalam penelitian ini digunakan teori pertunjukan untuk membantu melihat
dimensi pertunjukan pada ritual dan dimensi ritual pada pertunjukan. Selain itu
juga digunakan teori dari Pierre Bourdieu untuk melakukan analisis terhadap
fenomena yang terjadi. Di dalam teori tersebut terdapat beberapa konsep antara
lain habitus, kapital dan cultivated family.
Melalui etnografi diperoleh hasil bahwa saat ini masyarakat di Singaraja
memilih mempelajari kesenian yang lain, terdapat masyarakat yang tidak
mendukung dan meremehkan kemampuan pelaku seni. Untuk mempelajari
kesenian itu perlu ada penyesuaian, keseriusan dan memiliki instrumen.
Regenerasi kesenian tidak merata, ada prasangka terhadap kesenian tersebut,
masyarakat belum banyak yang belajar di sanggar seni, dan anak-anak yang mau
mempelajari gendèr wayang berasal dari keluarga dengan tingkat pendidikan
tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa saat ini gendèr wayang di Singaraja kurang
diminati karena minat masyarakat karawitan di Singaraja telah beralih untuk
mempelajari kesenian yang lain. Sikap masyarakat karawitan di Singaraja
terhadap gendèr wayang ialah terdapat orang yang tidak mendukung pelaku seni
dan ada kebiasaan di masyarakat untuk meremehkan kemampuan pelaku seni.
Faktor internal yang mempengaruhi kurangnya perhatian terhadap gendèr wayang
di Singaraja yaitu penyesuaian, regenerasi, prasangka dan keseriusan. Faktor
eksternal yang mempengaruhi kurangnya perhatian terhadap gender wayang.
Tidak tersedia versi lain