Text
Tabuik: Pertunjukan Budaya Hibrid Masyarakat Kota Pariaman, Sumatra Barat
Tabuik adalah pertunjukan budaya hibrid masyarakat Pariaman yang
terbentuk dari unsur budaya Syi’ah, Sunni, dan Minangkabau. Pertunjukannya
menyajikan beberapa penggalan peristiwa kematian Husain yang diwujudkan
dalam bentuk arak-arakan, ‘dramatisasi’ kedukaan, kegembiraan, kegarangan,
perkelahian antar pendukung Tabuik, pelarungan tabuik ke laut, dan secara khusus
atraksi mengoyak dua artefak tabuik yang difantasikan sebagai peti mati Husain.
Pertunjukan ini didukung oleh gandang tasa; secara khusus musik ini berperan
penting membangun suasana kegembiraan, pemicu kegarangan, dan perkelahian.
Tanpa gandang tasa, pertunjukan bisa gagal. Pertunjukan Tabuik dilakukan dalam
rentang waktu sejak awal hingga paruh pertama bulan Muharam setiap tahun.
Tabuik berasal dari ritual kedukaan Islam Syi’ah yang dibawa oleh bekas
tentara Inggris dari Sipahi (Sepoy) Tamil penganut Syi’ah, dari Bengkulu ke
Pariaman pada awal abad ke-19 (1825-1830). Tabuik mengalami hibridisasi
dengan Sunni dan budaya Minangkabau pada awal abad ke-20 (1908-1909),
sehingga dimensi pertunjukan berubah menjadi budaya baru bersifat ambivalensi.
Selanjutnya, Tabuik berkembang menjadi dua: tabuik pasa dan tabuik subarang.
Pada sekuen/bagian pertunjukan tertentu, keduanya diposisikan berlawanan. Sejak
1980-an, Tabuik dijadikan penunjang utama kepariwisataan Pariaman,
pertunjukan berorientasi hiburan atau tontonan dengan melibatkan berbagai genre
seni pertunjukan. Akibatnya, sosok Husain turut tereduksi dalam pertunjukan.
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan menganalisis proses hibridisasi dan
pertunjukan Tabuik hibrid serta cara orang Pariaman memperlakukannya. Metode
kualitatif digunakan dalam penelitian ini dan diperkuat dengan pendekatan
etnografi dan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan,
keterlibatan, dan pengalaman peneliti mencoba menjadi bagian dalam peristiwa
pertunjukan, serta serangkaian wawancara dan studi kepustakaan.
Analisis dilakukan pada aspek pertunjukan menggunakan teori pertunjukan
(performativitas) dan hibriditas serta beberapa konsep dan disiplin antropologi,
budaya, dan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performativitas dan
hibriditas Tabuik dihadapkan pada situasi tarik menarik antara: dimensi ritual dan
pertunjukan, efektivitas (efficacy) dan hiburan, hegemoni dan resistensi, dominasi
dan subordinasi terhadap unsur yang berperan dalam pertunjukan. Tabuik
dijadikan ruang untuk mengekspresikan praktik ritual dan pertunjukan serta media
protes oleh masyarakat Pariaman kepada pemerintah dan pihak lain atas tekanan
dan perubahan pada Tabuik. Peristiwa pertunjukan Tabuik menjadi perekat
mempertemukan berbagai unsur dan kelompok yang berbeda pandangan
ideologinya. Tabuik menjadi identitas bersama dan ruang meluapkan kegembiraan.
Konflik dalam pertunjukan yang turut dipicu oleh gandang tasa menjadi ‘bumbu’
dan bagian dramatik serta dinamika pertunjukan.
Tidak tersedia versi lain