Text
Gerbang Penyadaran
Semenjak pascakolonial tanda-tanda adanya pergeseran fungsi Alun-alunSelatan Yogyakarta telah terbaca. Tempat yang dulu hanya untuk anggota keluarga dan prajurit Keraton Yogyakarta kini menjadi ruang publik. Nilai historis dan filosofis sedikit demi sedikit tergerus, ditambah banyak berdatangannya wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu penyebabnya disinyalir adalah dipupuknya mitos-mitos sebagai komoditas. Publik berbondong-bondong berdatangan bukan untuk mengetahui nilai-nilai sejarah yang membesarkan tempat tersebut, namun hanya untuk menjajaki mitos itu, mencari hiburan, dan tentunya berjualan. Semua hal yang tersaji di dalamnya lebih ditekankan pada aspek wisata, hiburan, dan pemenuhan ekonomi masyarakat setempat, demikian tidak sepenuhnya Alun-alun Selatan menjadi tidak bernilai positif lagi, dengan diciptakannya karya seni grafis di mana Alun-alun Selatan dan publik sebagai objek penciptaan yang disajikan tidak hanya secara konvensional tapi juga diinstalasi, merupakan sebuah gerbang penyadaran demi ajegnya nilai nilai lama yang terkandung di sana. Tidak hanya pencipta karya saja, publik yang turut dilibatkan dalam proses penciptaan karya (partisipatoris) juga diharapkan mampu berkontemplasi dan sadar akan kualitas budaya lama yang ada pada tempat tersebut, dan agar tidak terseret menjadi berhala akibat mitos-mitos yang ada di Alun-alun Selatan. Karya seni grafis ini juga diharapkan mampu memperkenalkan dan lebih mengakrabkan publik dengan dunia seni sebagai salah satu media yang juga bersifat informatif dan persuasif. Metode yang diterapkan pada penciptaan ini adalah eksplorasi-observasi, yang diperoleh dari pengalaman pribadi dan publik, improvisasi atau eksperimentasi dan pembentukan, di dalamnya juga diterapkan metode smashinscope dan brainstorming.
Tidak tersedia versi lain