Text
Reaktualisasi Kesenian Kawasaran dalam Masyarakat Desa Sonder
Kawasaran merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan rakyat Sonder.Kesenian ini mengalami dekadensi sejak awal abad ke-19, sehingga mengalami kevakuman. Kesenian kawasaran mendapat stigma negatif dari masyarakat Kristen di desa Sonder karena dianggap bertentangan dengan ajaran kekristenan. Para pelaku kawasaran dianggap sebagai orang jahat, liar dan tidak memiliki adab. Sebelum menjadi kesenian, kawasaran merupakan pasukan perang di desa Sonder. Ketika berperang, mereka membunuh lawan tanpa belas kasihan. Kepala lawan menjadi incaran utama untuk dipenggal, sebagai tanda kemenangan dalam peperangan. Di luar pandangan tersebut, ada upaya dari organisasi Kawasaran
Sumonder reborn untuk menghidupkan kembali kesenian tersebut. Dalam proses menghidupkan kembali, kesenian tersebut dipentaskan dalam pentahbisan gedung Gereja Katolik di desa Sonder. Pergesekan yang terjadi merupakan hal yang tidak biasa, karena sebuah kesenian yang dianggap negatif oleh masyarakat Kristen, justru mendapat bagian dalam sebuah prosesi pentahbisan gedung Gereja. Melalui studi kasus, penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori dari Kuntowijoyo yang mengatakan bahwa kontribusi seni pertunjukan dapat dilihat bagaimana sebuah kesenian berperan sebagai sosialisasi dan
solidaritas. Smiers juga mengatakan, sebagai warisan budaya masa lalu sebuah kesenian dipercaya masih menyimpan keindahan yang senantiasa memberi inspirasi dan stimulus bagi pengembangan budaya selanjutnya. Chung Ho dalam konteks politik kebudayaan mengakatan, seni merupakan unsur penting dalam membangun sebuah identitas, baik melalui kesadaran masyarakat atau di luar masyarakat itu sendiri. Teori-teori tersebut digunakan untuk membedah dan mencari tahu kontribusi dari kesenian kawasaran pada saat ini, juga menelaah perkembangannya, yang dan mengkaji latar belakang dihidupkannya kembali kesenian tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, kawasaran sering mengalami pasang surut akibat benturan dengan modernisasi dan upaya Kristenisasi. Namun demikian, kesenian tersebut masih memberi kontribusi berupa nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter dan jati diri masyarakat Sonder. Tujuan utama dihidupkanya kembali kawasaran
merupakan sebuah upaya rekonstruksi identitas masyarakat Sonder yang diyakini tercermin melalui nilai-nilai spiritual yang ada dalam kesenian kawasaran.
Tidak tersedia versi lain