Text
Luka-luka Yang Terluka; Jajak Perkembangan Lakon---The Wounded Cuts; Traces Of The Development of the Play
Naskah karya Whani Darmawan ini ditulis 27 tahun silam (1991). “Luka-luka yang Terluka” ini berbicara tentang pencarian jati diri sepasang manusia bernama Gerabuk dan Gerabik (bisa juga diterjemahkan sebagai personifikasi antara aku dan diri siapapun) yang gelisah di tengah zaman yang terus berkembang (sosial). Sebagaimana bentuk personifikasi manusia (personal penulis atau bahkan Anda para penonton sekalian) kedua orang ini gelisah membicarakan konsep diri di tengah zaman yang kadang tak mereka pahami : etika, moral, spiritualitas, standart nilai-nilai kemanusiaan, industri dan mungkin juga pemerintahan. Dalam.pencarian jati diri tak jarang orang sering berkonflik dengan pemikiran sendiri perihal segala sesuatu. Memahami naskah/ pertunjukan ini tdk perlu menggunakan logika linier sebagaima kita memahami peristiwa yang runtut jika kita membaca/ menonton drama realis. Drama ini menyuguhkan global pemikiran yang melompat-lompat atas gagasan-gagasan “semua hal.” Ide-ide tentang itu terangkai dalam kalimat-kalimat yang puitik, memuat metafora yang kental, terkadang dengan kata atau kalimat yang ikonik : manusia, bayang-bayang, kekuasaan benda, cogito ergo sum, einstein, Newton, ruang dan waktu, cahaya, kekuasaan benda, materi, Sisifus, dll. Keterangan tersurat bisa saja dipakai sebagai salah satu cara penonton untuk mengapresiasi pertunjukan ini, tanpa harus menggiring opini. Dimainkan di ArtHouse, Playden, Singapura 29-30 November 2018, dengan aktor Whani Darmawan (Indonesia) dan Rafaat Haji Hamzah (Singapura), sutradara EkoOmpong, musik Giwang Topo, busana Dani Brain, Koreografer Kinanti Sekar Rahina, Producer Norisham Osman, production Manager Iffah Idi, Production Coordinator Sondang Rumapea, marketing & Ticketing Aqmal M Noor, Rehearsal managers Bagus M Rizqiandaru, Syukron Yusuf, Andree Surawan. This manuscript by Whani Darmawan was written 27 years ago (1991). "Injured Injured" is talking about the search for the identity of a pair of people named Gerabuk and Gerabik (can also be translated as personification between me and anyone else) who are restless in the midst of a growing era (social). As a form of human personification (personal author or even you the audience as well) these two people are anxious to talk about self-concepts in the middle of the age that they sometimes do not understand: ethics, morals, spirituality, standard human values, industry and maybe also government. In the search for identity, it is not uncommon for people to often conflict with their own thoughts about everything. Understanding this script / show does not need to use linear logic as we understand coherent events if we read / watch realist drama. This drama presents a global mind that jumps on the ideas of "all things." These ideas are strung together in poetic sentences, containing thick metaphors, sometimes with iconic words or sentences: humans, shadows, the power of objects, cogito ergo sum, einstein, Newton, space and time, light, power objects, materials, Sisyphus, etc. Stated information can be used as a way for the audience to appreciate this show, without having to lead opinions. Played at ArtHouse, Playden, Singapore 29-30 November 2018, with actors Whani Darmawan (Indonesia) and Rafaat Haji Hamzah (Singapore), director EkoOmpong, music Giwang Topo, fashion Dani Brain, Choreographer Kinanti Sekar Rahina, Producer Norisham Osman, production Manager Iffah Idi, Sondang Rumapea Production Coordinator, Aqmal M Noor's marketing & ticketing, Bagus M Rizqiandaru's Rehearsal managers, Syukron Yusuf, Andree Surawan.
Tidak tersedia versi lain