Text
Nyanyian Layonsari : reinterpretasi geguritan Jayaprana
Penciptaan Nyanyian Layonsari dimulai dari kegelisahan penulis sebagai musisi. Dalam perjalanannya sebagai pemain cello dan kondakter, banyak memainkan karya-karya yang berasal dari komponis Klasik Barat. Dalam konserkonser jarang sekali memainkan bahkan bisa dikatakan tidak pernah memainkan karya yang berasal dari komponis Indonesia. Dari pengalaman itu penulis ingin membuat komposisi yang memiliki ciri yang khas. Nyanyian Layonsari bersumber dari Geguritan Jayaprana yang berasal dari Bali Utara. Karya ini mengisahkan tentang tragedi cinta antara Jayaprana dan Layonsari. Tragedi dimulai ketika Raja Kalianget jatuh cinta kepada Layonsari, istri Jayaprana dan ingin memilikinya. Kisah dalam opera ini berakhir tragis ketika semua saling bunuh dan semua musnah. Keunikan dari cerita ini adalah, diawali dengan suasana kesedihan, katika terjadi wabah penyakit dan berakhir dengan kesedihan pula, ketika semua musnah. Kisah Jayaprana dan Layonsari sarat mengandung pesan-pesan moral. Geguritan Jayaprana diinterpretasi ulang dengan menggunakan teori penciptaan musik. Para tokoh di dalam cerita dianalisis tindakannya. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh ide musikal dalam pembuatan karya musik. Dalam penggarapan Nyanyian Layonsari digunakan idiom-idiom musik Bali yaitu, kotekan, efek suara ngumbang ngisep, dan efek suara kajar. Selain idiom musik Bali, digunakan juga tangga-nada sintetis Sembilan-nada yang bersumber dan terinspirasi dari laras pelog dan laras slendro. Penggunaan tangganada sintetis ini untuk memperluas kemungkinan-kemungkinan musikalyang diperlukan dalam kerkarya. Unsur-unsur musik diolah berdasarkan pemahaman teori musik Barat dan musik Bali. Medium yang digunakan dalam opera ini adalah medium musik Barat yaitu orkestra kecil, dengan isntrumen tiup kayu, gesek dan perkusi serta koor. Dibutuhkan juga solis vokal untuk peran tokoh dalam cerita, mereka akan menyanyikan aria-aria yang menampilkan keberadaan dirinya. Jayaprana dinyanyikan oleh suara tenor, Layonsari dinyanyikan oleh suara sopran, dan Raja Kalianget dinyanyikan oleh suara bas. Koor digunakan untuk menggambarkan suasana, keadaan, dan juga orang banyak. Alat-alat musik gesek digunakan untuk sebagianbesarkeadaandalam cerita. Alat-alat tiup kayu digunakan sebagai alatalat yang besifat solo. Alat-alat perkusi digunakan untuk memunculkan, menonjolkan efek-efek seperti musik Bali dan selalu dipertahankan. Karya ini direncanakan dimainkan dengan tidak menggunakan pengeras suara dan di ruang dengan akustik yang baik. Dengan dipentaskan di ruang yang akustiknya baik akan muncul efek suara yang meruang, dan itu yang diharapkan. Melalui pementasan Opera ini diharapkan dapat menyampaikan pesan yang terkandung di dalam cerita dan bisa dimengerti oleh audiens. Selain itu penciptaan Opera Nyanyian Layonsari ini dapat memunculkan gaya musikal yang khas dan dapat digunakan sebagai pengembangan bidang komposisi musik di Indonesia dan dapat dimunculkan di forum internasional.
Tidak tersedia versi lain