Tugas Akhir
Hubungan gaya bernyanyi Rasp/flse fold Distortion dengan selera musikal.
Suku Batak lekat dengan stereotipe sebagai suku penyanyi yang memiliki suara merdu dan mendayu, namun seiring perkembangan zaman kini gaya bernyanyi vokalis Batak dinilai mengalami perubahan menjadi cenderung kasar dan terkesan berteriak atau mangarittak yang dalam istilah musikologinya adalah rasp / false fold distortion. Namun gaya tersebut menuai pro dan kontra antara audiens, sebagian audiens beranggapan gaya rasp terkesan hanya berteriak-teriak saja dan minim estetika. Namun sebagian audiens justru menyukainya. Adapun kecenderungan audiens menyukai gaya rasp diasumsikan karena menurunnya antusiasme audiens pada gaya konvensional, sehingga gaya rasp kini lebih diminati bahkan menjadi tren di industri musik Batak. Untuk mengidentifikasi faktor peyebab perubahan gaya bernyanyi serta menurunnya antusiasme audiens pada gaya konvensional, maka peneliti memunculkan hipotesis bahwa terdapat hubungan antara gaya bernyanyi rasp / false fold distortion dengan selera musikal. Untuk membahas persoalan tersebut, peneliti mengacu pada teori arena produksi kultural Bordieu yang mengatakan bahwa perubahan produk kultural seni adalah hasil kontestasi antar aktor-aktor sosial dalam arena dengan variasi modal, habitus, serta strateginya saling bersaing untuk mendominasi suatu arena. Penelitian ini menggunakan mixed method dengan mewawancarai dua orang vokalis dan satu trio Batak gaya rasp, serta survei terhadap 221 audiens anak muda suku Batak ber-usia 16-25 tahun. Hasil penelitian menunjukkan gaya rasp hadir sebagai hasil dialektika modal dan habitus vokalis yang akumulasi menjadi strategi kontenstasi dalam arena industri musik batak dimana motif ekonomi dan simbolis adalah faktor utamanya. Adapun gaya rasp berasal dari gaya bernyanyi rock barat yang diimitasi dan dikombinasikan dengan gaya pop batak dan disebarkan melalui arena pertunjukan dan media massa sebagai trajektorinya yang memediasi antara aktor dan audiens. Tingginya intensitas praktik gaya rasp dalam arena sosial secara implisit berhasil mengkonstruksi selera musikal audiens terhadap vokalis gaya rasp, sekaligus membatasi modal budaya audiens pada gaya konvensional yang menyebabkan kurangnya antusiasme audiens pada vokalis gaya konvensional. Adapun selera musikal pada audiens menjadi disposisi yang mendasari konsumsinya. Intensitas konsumsi memunculkan permintaan dan mendorong adanya produksi / praktik gaya rasp hingga menjadi tren. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan p = 0,000 < 0,05 dengan nilai koefisien korelasi sebesar, 0,940, artinya terdapat hubungan siginifikan antara gaya bernyanyi rasp pada vokalis Batak dengan selera musikal
Tidak tersedia versi lain