Tugas Akhir
Konstruksi Mitos Maskulinitas dalam Arena Bajidoran Namin Grup di Cicangor Karawang Jawa Barat
Tujuan penelitian ini, untuk menganalisis konstruksi maskulinitas pada bajidoran Namin Grup di Karawang. Permasalahan berawal dari fenomena kentalnya praktik maskulin dalam bajidoran. Bajidoran selama ini dikenal sebagai seni hiburan yang menyajikan estetika tarian dan karawitan Sunda. Namun dibalik itu, ternyata bajidoran memiliki kompleksitas rebutan kuasa dan dominasi maskulin di antara individu-individu yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Bajidoran (KPB). Uniknya, rebutan kuasa dan dominasi dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti, mengapa arena bajidoran kental dengan praktik maskulinitas, bagaimana terjadinya konstruksi maskulinitas, teks-teks apa yang membentuk maskulinitas, serta mengapa mitos dan ideologi maskulinitas dikonstruksi dan direproduksi oleh Namin Grup dan KPB. Penelitian ini menggunakan teori maskulinitas R.W. Connell, arena Pierre Bourdieu, dan mitos Roland Barthes. Teori maskulinitas digunakan untuk memahami berbagai teks dan praktik maskulinitas yang terkait dengan ketubuhan dan tindakan maskulin; teori arena digunakan untuk menganalisis rebutan kuasa dan dominasi di antara KPB yang memiliki modal, habitus, arena, dan kelas sosial yang berbeda; teori mitos digunakan untuk menganalisis makna maskulinitas bagi KPB. Relasi ketiga teori tersebut digunakan untuk membongkar proses konstruksi maskulinitas dalam bajidoran sebagai bagian dari penelitian interdisiplin. Metode kualitatif dengan pendekatan etnografi baru digunakan dalam penelitian ini, dimana seorang peneliti menghargai pengalaman dan realitas orang yang diteliti, meskipun secara radikal berbeda dengan dirinya. Peneliti menerapkan tiga karakteristik etnografi baru, yaitu kejujuran pada fakta lain, refleksi diri, dan polivokalitas, yaitu perhatian terhadap realitas hidup/struktur yang lebih luas. Studi pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data penelitian di Karawang dan sekitarnya. Hasil analisis diperoleh data bahwa: 1) maskulinitas sangat kental dalam bajidoran karena: pertama, dikonstruksi oleh budaya, praktik sehari-hari, dan historis, hasil dialektis dari pengalaman KPB masa kini dan masa lalu. Kedua, situasi dan kondisi di arena bajidoran (relasi dan interaksi sosial) berpotensi besar untuk menghasilkan berbagai praktik maskulinitas. 2) Proses konstruksi maskulinitas melalui tujuh tahapan: produksi, sosialisasi, apresiasi, internalisasi dan eksternalisasi, relasi dan interaksi, pemanggungan, dan pembentukan. Ada delapan faktor yang mengkonstruksi maskulinitas, yaitu pola/tatanan, kata-kata mc dan pesinden, ibing pencug, kendang, selendang, modal ekonomi, minuman keras, dan unsur musikal. 3) Mitos maskulinitas dan ideologi, terus diproduksi dan direproduksi oleh Namin Grup, karena dibutuhkan untuk memenuhi berbagai kepentingan: ekonomi, ruang berekspresi, serta alat wicara KPB kepada publik. Penelitian ini menyimpulkan, bahwa pemanggungan maskulinitas dalam bajidoran Namin Grup merupakan alat wicara/komunikasi KPB dengan berbagai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, prestise, gengsi, dan ajang pamer. Pemanggungan maskulinitas merupakan ekspresi praktik maskulin yang cair dan terbuka dalam konteks tertentu, yang tidak dapat diterima dalam kehidupan sehari-hari di luar panggung bajidoran
Tidak tersedia versi lain