Tugas Akhir
Mbok Mase Masa Kini: Pemberdayaan Perempuan Dalam Pengelolaan UMKM Kriya Tekstil
Peran Mbok Mase sebagai pemegang roda perdagangan batik ternyata mampu mengubah stigma perempuan Jawa yang biasanya bergelut pada ruang domestik. Perdagangan batik di pasar sebagian besar dikelola oleh Mbok Mase. Pada tahun 1930 Kota Surakarta menjadi pusat batik terbesar dengan 230 buah industri batik yang sebagian besar berada di Laweyan. Kampung Laweyan dibawah kepemimpinan Mbok Mase mampu memproduksi 60.400 potong kain batik setiap tahun. Mbok Mase dalam perkembangan batik di Laweyan mengajarkan hidup penuh kerja keras hingga dapat membuat suatu perubahan pada kaum perempuan. Kerja keras mereka tampak pada pencapaian status sosial dimana kedudukannya lebih tinggi daripada abdi dalem Keraton Surakarta. Mbok Mase kemudian dikenal sebagai kelompok perempuan Laweyan yang terampil dalam mengelola usaha, sejak dari proses membatik, memasarkan, mengelola keuangan hingga mengembangkan usaha. Kini perempuan-perempuan seperti Mbok Mase juga dapat ditemui walaupun tidak secara berkelompok. Awit Radiani, Hastuti Setyaningrum dan Lusi Suswinanti dapat menjadi contoh bagaimana dunia kriya tekstil masih dikelola oleh perempuan. Beberapa teori utama digunakan antara lain Feminisme dan Community Development. Untuk mengkaji permasalahan tersebut maka digunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan Histori Komparatif. Jenis penelitian etnografi yang dipilih adalah etnografi kritis, etnografis kritis ialah faktor faktor seperti nilai serat orientasi, memberdayakan masyarakat, mengungkapkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, dominasi, represi, hegemoni dan korban. Hasil yang didapatkan menunjukan bahwa perbandingan antara Mbok Mase dulu dan kini memiliki kesamaan bergerak secara berkelompok, Mbok Mase berkelompok sebagai saudagar batik dan Mbok Mase masa kini bergerak secara individu namun memiliki ruang untuk mewadahi kelompoknya seperti Sanggar Wani Migunani yang didirikan oleh Awit Radiani, TBM Wijayakusuma Hastuti Setyaningrum dan Komunitas Menjahit di Temanggung oleh Lusi Suswinanti. Mbok Mase dulu dan kini mendukung pendapat Simone De Beauvoir yang menolak pandangan tentang perempuan sebagai makhluk terpinggirkan dibuktikan dengan Mbok Mase dapat mengangkat status gelarnya sebagai Mbok Mase sederajat dengan abdi dalem keraton dan lebih tinggi atau sejajar dengan laki-laki, sedangkan Mbok Mase masa kini dapat membuktikan statusnya melalui prestasi-prestasi yang mereka capai seperti Awit Radiani sebagai Asean Youth Ambassador, Wirausaha Teladan Kemenpora, Pemenang Femina BNI dan Wirausaha Muda Mandiri, Ibu Hastuti mendapatkan penghargaan atas ruangnya sebagai tempat pemberdayaan, dan Lusi Suswinanti unjuk kebolehan kemampuan menjahitnya hingga dipercaya Komunitas besar yaitu Komunitas penjahit Indonesia untuk menjadi mentor. Prestasi mereka menginpirasi perempuan lainnya melalui kegiatan dari Sanggar Wani Migunani yang didirikan oleh Awit Radiani, TBM Wijayakusuma oleh Ibu Hastuti dan Komunitas Menjahit di Temanggung oleh Lusi Suswinanti dapat menginspirasi dan memotivasi perempuan lainnya untuk memiliki jiwa juang dan kemandirian melalui pengelolaan UMKM Kriya Tekstil, sehingga terjadi proses regenerasi melalui ruang yang mereka bangun.
Tidak tersedia versi lain