Tugas Akhir
Persepsi Estetika-Lingkungan Dan Keterwakilan Perempuan Dalam Desain Kawasan Karangwaru Riverside Yogyakarta
Wilayah sungai perkotaan di Indonesia adalah wilayah yang banyak menimbulkan persoalan lingkungan seperti permukiman liar dan penumpukan sampah. Pemerintah melalui instansi terkait berupaya melakukan perbaikan lingkungan bantaran sungai bersama dengan para pemangku kepentingan dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunannya. Salah satu wilayah yang berhasil diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya adalah Karangwaru Riverside (KRS) di kelurahan Karangwaru Yogyakarta. Perbaikan lingkungan di wilayah bantaran sungai ini menerapkan pembangunan berbasis partisipasi masyarakat yang di dalamnya melibatkan perempuan sebagai bagian dalam proses persiapan, pelaksanaan dan pemeliharaan. Meskipun memiliki konsep pembangunan partisipatif, hasil pembangunan bantaran sungai di KRS belum pernah diteliti dalam konteks keterwakilan perempuan sebagai salah satu pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk menerangjelaskan persepsi estetika lingkungan perempuan terhadap hasil pembangunan di KRS yang terdiri dari persepsi ideal lingkungan sungai, persepsi terhadap lingkungan terbangun dan keterwakilan aspirasi desain serta relasi kuasa yang beroperasi dalam proses perancangan dan okupansi hasil pembangunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif serta analisis diskursus Foucauldian (ADF). Data dikumpulkan dengan mewawancarai 10 warga perempuan yang terlibat aktif dan pasif. Transkrip wawancara kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak QDA Miner Lite yang berfungsi untuk menghasilkan konsep teori dari koding data berdasar tema yang muncul. Analisis ADF dilakukan dengan menkoding transkrip wawancara sehingga menghasilkan orientasi aksi, posisi subyek, praktek dan subyektifitas. Proses ADF dilakukan dengan pembentukan konstruk diskursif, diskursus dan hubungan antar diskursus. Hasil analisis QDA Miner Lite menghasilkan persepsi ideal sungai perempuan tidak terbatas pada sensori visual melainkan taktil dan kinetik, sedangkan visi artistik mereka adalah: imajinatif dengan sentuhan pragmatis, natural dan rapi. Analisis ini juga menghasilkan visi desain perempuan di wilayah KRS yaitu: aman, awet, unik, hijau, mudah dirawat, pemisahan zoning publik dan privat, akses mudah serta jujur terhadap kondisi. Relasi kuasa yang beroperasi sebagai posisi dominan perempuan muncul dalam diskurus etika dan sosial yang ditandai dengan kemampuan mereka untuk mengkontrol norma dan kegitan sosial. Persepsi perempuan terhadap estetika lingkungan bantaran sungai di KRS tidak terbatas pada bentuk visual ataupun hasil pembangunan fisik semata. Perawatan lingkungan, keawetan dan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan etika dan norma sosial juga mempengaruhi mereka dalam melihat keindahan lingkungan terbangun. Perempuan mempersepsi keindahan lingkungan secara berbeda sesuai spektrum diskursus dan posisi mereka dalam diskursus tersebut. Dalam diskursus manajemen lingkungan memiliki persepsi negatif sedangkan dalam diskursus estetika perempuan memiliki persepsi positif.
Tidak tersedia versi lain