Buku Teks
Film Pascanasionalisme Dan 17 Esai Dalam Dua Bagian
Buku ini bukan sekadar bahasan soal film, melainkan ideologi—karena tidak ada medium yang lebih "memikul" nasionalisme di Indonesia selain film. Sejak pemutaran perdana Darah dan Doa di Istana Merdeka pada tahun 1950, hingga era Orde Baru yang memisatkan film dari bentuk seni lainnya di bawah Departemen Penerangan, hingga periode pasca‑Reformasi di mana Festival Film Indonesia menjadi arena pertanyaan kritis: apakah film Indonesia itu “sudah Indonesia” atau belum. Ajidarma menelaah bagaimana konsep identitas dan nasional yang selama ini dianggap mapan ternyata tidak bisa diandalkan untuk memberi kepastian. Jika pasca‑nasionalisme diharapkan menjadi jalan keluar atas kebuntuan nasionalisme, apakah itu berarti konsep film nasional boleh dibiarkan mengambang? Buku ini mengajak pembaca berdiskusi tentang bagaimana sinema digunakan sebagai medan pergulatan antar-wacana dalam perjuangan ideologis di Indonesia
Tidak tersedia versi lain