Tugas Akhir
Mendengarkan Holobiont Melalui New Media Art
Penciptaan karya ini berangkat dari fenomena intoleransi, baik antar sesama manusia maupun terhadap makhluk hidup lain yang kerap diabaikan keberadaannya. Dalam ekologi, konsep holobiont digunakan untuk memahami hubungan simbiotik antara individu inang dengan komunitas mikroba yang hidup bersamanya. Perspektif ini menantang cara pandang antroposentris dan mengajak untuk melihat keterhubungan lintas spesies secara lebih setara. Dengan pendekatan posthuman sebagai landasan etis, karya ini berupaya menggeser cara pandang manusia dalam memaknai keberadaan makhluk lain, seraya memperluas definisi “mendengar” tidak sekadar sebagai aktivitas biologis, melainkan sebagai kesadaran ekologis dan empati antar spesies. Melalui karya new media art, penciptaan ini bertujuan membangun kesadaran publik tentang pentingnya menghargai keberagaman dan menjaga keseimbangan ekosistem sebagai refleksi atas isu intoleransi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode Research for Art and Design oleh Christopher Frayling yang menekankan artefak sebagai hasil utama. Hasil dari penciptaan ini berupa tiga karya seni instalasi yang meliputi new media art, yang merepresentasikan praktik “mendengarkan holobiont” sebagai metafora bagi hubungan manusia dengan entitas non-manusia dalam konteks keberlanjutan hidup. Karya pertama, “Gut Symphony”, merepresentasikan relasi hidup berdampingan antara manusia dan mikroorganisme dalam sistem pencernaan melalui instalasi suara dan bio-art sebagai metafora mendengarkan yang tak terlihat. Karya kedua, “When I Was a Plant”, mengeksplorasi kedekatan spiritual manusia dengan tumbuhan melalui video performance dan instalasi interaktif dalam kerangka holobiont. Karya ketiga, “Humus Dei”, terinspirasi dari ensiklik Laudato Si’ untuk mengangkat kesadaran ekologis melalui simbol religius, eco-enzyme, dan representasi tanah sebagai entitas hidup.
Tidak tersedia versi lain